Cara Mencegah atau Meminimalkan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla)

Sebagian besar penyebab kebakaran hutan di Indonesia (±90%) terindikasi disengaja oleh perusahaan perkebunan dan kehutanan yang mempunyai konsesi lahan ataupun lahan yang areanya dimiliki oleh banyak pemodal untuk membuka lahan baru seperti kebun, sawah, pembersihan areal tambang dan lain sebagainya. Kemudian pertanyaan muncul, kenapa bisa demikian? Salah satu jawabannya adalah pembakaran hutan sudah menjadi budaya sejak zaman dahulu (bahkan sudah ada hukum adat dalam membakar hutan, tapi asapnya tidak sampai ke warga, contoh di Riau) dengan berbagai alasan, mulai dari penghematan biaya, cepat dalam membuka lahan dan lain sebagainya.

Kondisi ini diperparah dengan tidak mampunya masyarakat dalam mencegah dan mengendalikan kebakaran hutan karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan. Selain itu seharusnya masyarakat juga harus berpartisipasi didalamnya diwujudkan dengan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab bersama terhadap penjagaan hutan supaya tidak terjadi kebakaran. Prasarana dan sarana pencegahan kebakaran juga sangat diperlukan dengan memperhatikan kebutuhan dan kecukupan luas kawasan seperti penyediaan kanal-kanal air supaya mempermudah dalam mengatasi kebakaran.

Kebakaran hutan hampir setiap tahun melanda Indonesia, seperti dilansir pada website katadata.co.id kebakaran hutan dapat dilihat sebagai berikut

Tahun
Luas Are Terbakar
(dalam Ribu Hektar)
Jumlah Titik Api
2014
44,4
29.719
2015
2,6
48.775
2016
438,4
4.950
2017
165,5
2.924
2018
510,6
8.167
2019 (sampai Bulan Agustus)
135,7
1.460

Dari data diatas menyebabkan dampak seperti pada tahun 2015 yaitu keluarnya emisi karbon mencapai 289 juta ton karbon, korban ISPA mencapai 425,4 ribu orang dengan kerugian mencapai US $ 16,1 Miliar. Dengan kondisi seperti ini, sangat memprihatinkan sekali bagi bangsa kita yang seharusnya hutan dijaga supaya lestari baik kondisi biotik dan abiotiknya seakan dirusak dan dimanfaatkan pihak-pihak yang kurang bertanggung jawab.

Baca Juga Memelihara dan Memulihkan Ekosistem yang Rusak

Jika dibiarkan begini terus maka yang terjadi adalah merusak ekologi, turunnya keanekaragaman hayati, turunnya produktivitas tanah, serta pada saat terjadi kebakaran hutan akan muncul asap sehingga berdampak pada terganggunya kesehatan masyarakat dan mengganggu transportasi baik di darat, udara dan laut. Akibat dampak asap yang ditimbulkan sangat besar sekali apalagi jika asap semakin banyak dan menebal selain kesehatan masyarakat dan jarak pandang terganggu, asap tersebut dapat masuk ke provinsi tetangga bahkan sampai negara tetangga, hal inilah yang sering kali negara tetangga melakukan protes keras terhadap kejadian yang terjadi.

Ilustrasi Hutan yang Terjaga

Seiring dengan dampak yang ditimbulkan yang sangat besar maka haruslah dilakukan pencegahan kebakaran hutan melalui berbagai sektor, mulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Masyarakat dan Perusahaan yang memiliki lahan rawan kebakaran.

1.      Pemerintah
Pemerintah telah berkontribusi dengan menerbitkan peraturan perundang-undangan sebagai pedoman dalam menjaga hutan supaya terhindar dari kebakaran hutan. Salah satunya PermenLHK No. P.32/MenLHK/Setjen/Kum.1/3/2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan dengan ruang lingkup Organisasi Dalkarhutla; Sumberdaya Manusia Dalkarhutla; Sarana Prasarana Dalkarhutla; Operasional Dalkarhutla; Pengembangan Inovasi Dalkarhutla; Pemberdayaan Masyarakat dan Kerjasama Kemitraan; Pelaporan, Pengawasan dan Evaluasi; Penghargaan dan Sanksi; dan Pembiayaan.

Dalam hal ini, pelaporan, pengawasan dan evaluasi sangat penting sekali untuk di highlight karena apabila salah dalam memberikan data, pengawasan tidak serius, tidak konsisten dalam pengawasan dan pelaporan dan lain sebagainya maka yang terjadi akan berdampak pada kebakaran hutan yang terus menerus. Upaya pencegahan memang sangat diperlukan dalam kasus ini, sebagai contoh yang mungkin sudah dilakukan pemerintah meliputi: (1) Pemerintah selain memberikan sanksi yang tegas kepada perusahaan atau pelaku pembakaran hutan juga harus memberikan sosialisasi bahkan pelatihan kepada masyarakat mengantisipasi apabila terjadi kebakaran hutan, (2) Kolaborasi yang baik antara Lembaga Pemerintahan yang bersentuhan langsung seperti LHK, BNPB, BPPT, BMKG, Pemda, Pemkot dan lain sebagainya bahkan juga bekerjasama dengan perusahaan sebagai langkah pencegahan, jangan sampai terjadi ego sektoral sehingga memperlambat upaya pencegahan dan pemadaman kebakaran, (3) Pembuatan sarana dan prasarana yang menunjang seperti pembuatan hydrant, kanalisasi terutama di lahan gambut, pesawat patroli, pesawat khusus untuk water boombing sampai dengan pesawat pembuat hujan, serta pembuatan pos-pos pemantauan dan tekhnologi yang bisa membantu mengidentifikasi titik api dengan cepat.

Upaya pemerintah pada saat terjadi kebakaran hutan yang dikutip dalam kompas.com 17/09/2019 yaitu (1) Penurunan pasukan, dengan lebih dari 9.000 personel yang ada di Sumatera dan Kalimantan, masing-masing provinsi yang banyak terjadi karhutla diterjunkan 1.512 personel, masing-masing pasukan itu terdapat 1.000 anggota TNI dan 200 anggota POLRI, (2) Water Boombing, dengan menjatuhkan bom air dari ketinggian menggunakan heli khusus kurang lebih menggunakan air sebanyak 259.594.494 liter, (3) Modifikasi Cuaca, dengan mengupayakan hujan buatan atau Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dengan menyemai awan menggunakan garam. Sebanyak 160.816 kilogram garam digunakan untuk menyemai awan dan menurunkan hujan, (4) Kalsium Oksida, Kapur ini akan ditaburkan dari udara menggunakan pesawat Cassa 212, CN 295, dan pesawat Hercules C 130. Setelah asap dapat diminimalisir, diharapkan radiasi matahari dapat menembus permukaan bumi dan memungkinkan terbentuknya awan yang lebih banyak di atas area karhutla. Setelah asap dapat ditekan, upaya penyemaian awan akan kembali dilakukan.

Bisa jadi upaya-upaya diatas yang telah diungkapkan telah dilakukan Pemerintah, namun apabila hal ini terjadi setiap tahunnya dapat diindikasikan kejadian ini memang sudah direncanakan dengan adanya kongkalikong atau kerjasama antara pengusaha, oknum masyarakat bahkan oknum pemerintah, sebagai contoh kepemilikan lahan sebelumnya dimiliki oleh warga sekitar kemudian lahan tersebut dibakar untuk dipersiapkan menjadi lahan kosong yang siap ditanami tanaman, setelah kosong sampai beberapa tahun lahan tersebut diakuisisi oleh perusahaan. Kasus tersebut bisa saja terjadi dengan bekerja sama dahulu sebelum dibakar antara warga dan perusahaan.

2.      Masyarakat
Tingkat partisipasi masyarakat sangat diperlukan dalam hal ini. Tingkat partisipasi menunjukkan bahwa masyarakat proaktif dan ikut berperan aktif dalam perencanaan dan pemecahan masalah yang dihadapi dengan memberikan usulan atau gagasan terkait masalah yang terjadi bahkan apabila terjadi kebakaran masyarakat ikut membantu memadamkan apinya serta menunjukkan adanya kepedulian masyarakat terhadap upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

Partisipasi ini dapat terwujud dengan baik apabila pemerintah mengajak masyarakat untuk berkolaborasi dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran. Pemerintah dapat mengajak diskusi ataupun dengar pendapat mulai dari tingkat RT/RW, Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten sampai tingkat pusat. Tingkat partisipasi dapat dilakukan dengan konsisten mengadakan pertemuan yang kreatif atau yang berbeda dari pertemuan biasanya baik tempat pertemuan, peserta ataupun tema yang diusung tergantung kebutuhan dan urgenitas masalah yang dihadapi.

Tentu saja, bisa dilakukan dengan pembentukan tim khusus supaya diskusi, dengar pendapat dan partisipasi masyarakat tetap terjaga dengan baik serta masyarakat terjaga semangatnya untuk menjaga hutan. Hal seperti ini dapat menunjukkan bahwa pemerintah dekat dengan masyarakat dibuktikan dengan mereka mau turun langsung kebawah untuk mendengar aspirasi

3.      Pengusaha/ Industri Kehutanan
Perusahaan yang diberi izin atau konsesi mengelola kawasan hutan mempunyai kewajiban dalam merawat dan menjaga hutan, selain itu perusahaan juga perlu aktif dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah ataupun masyarakat dalam rangka menjaga hutan supaya tidak terjadi kebakaran. Hal seperti ini dapat terjadi apabila perusahaan menjalin hubungan baik dengan masyarakat sekitar atau pemerintah daerah.

Pembentukan tim khusus dalam perusahaan memungkinkan hubungan dengan masyarakat dan pemerintah bisa berjalan efektif, sebagai contoh perusahaan membentuk Hubungan Masyarakat atau Humas. Pembentukan Humas ini memang ditujukan dengan kegiatan luar yang tidak berhubungan langsung dengan perusahaan, melalui kegiatannya ini membuat hubungan baik antara perusahaan dan pihak luar. Dengan kedekatan yang terjadi ini mengindikasikan bahwa perusahaan peduli dengan lingkungan sekitar.

Perusahaan juga harus mengerti bahwa menjaga hutan dari kebakaran hutan adalah kewajiban perusahaan itu juga. Oleh sebab itu perusahaan juga perlu mempersiapkan atau ada upaya pencegahan, sebagai contoh perusahaan menyiapkan secara mandiri tanpa diperingati atau diperintah oleh pemerintah seperti pembuatan sumur-sumur sumber air atau hydrant, pembuatan kanal-kanal dengan memperhitungkan luas yang ada, pembuatan tim pengawas khusus ataupun tekhnologi yang dapat mendeteksi potensi kebakaran secara cepat dan lain sebagainya.

Perusahaan sebagai pihak yang selama ini menjadi sangkaan bahkan telah terbukti yang melakukan pembakaran hutan walaupun menyuruh warga untuk membakarnya tetapi tetap saja perusahaanlah pelakunya perlu merubah pola pikir ataupun cara pandang bahwa hutan merupakan rumah bagi beberapa spesies hewan ataupun beberapa tumbuhan sehingga ekosistem dapat terjaga dengan baik apabila tidak dirusak, selain itu hutan merupakan penyedia atau air yang baik untuk kebutuhan manusia serta menyediakan oksigen bagi manusia dan tidak kalah pentingnya menjaga bumi dari perubahan iklim akibat semakin berkembangnya tekhnologi dan transportasi akhir-akhir ini.

Memperbaiki hutan supaya tetap lestari tidaklah mudah apabila telah terjadi kerusakan yang parah. Sebagai contoh penanaman pohon beringin, ipik dan lain sebagainya di Bukit Gendol dan Bukit Ampyangan, Bulukerto, Kabupaten Wonogiri yang awalnya dilakukan oleh mbah Sadiman (sekarang dengan komunitas ataupun dengan warga) lebih kurang 25 Tahun ini terasa manfaatnya dengan munculnya sumber air yang tidak pernah mati walaupun musim kemarau berkepanjangan dan manfaat lain yang dapat anda lihat diberbagai media cetak ataupun elektronik mengenai kisahnya.

Maka dari itu, marilah kita jaga hutan ini bersama-sama jangan sampai hutan kita gundul dan mematikan ekosistem yang ada, terutama perusahaan supaya tidak berfikir untung rugi terhadap pembukaan lahan. Ingat, bahwa sumber daya alam yang ada adalah TITIPAN ANAK CUCU kita yang perlu dijaga kelestariannya.


REFERENSI
Saharjo, Bambang Hero, Waldi, Robi Deslia. 2018. Strategi Pengendalian Kebakaran Hutan Di IUPHHK-HT PT Finnantara Intiga Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal Silvikultur Tropika. Vol. 10 No. 01, April 2019, Hal 7-14. ISSN: 2086-8227

Zainuddin, Rosyani, Haryadi, Bambang. 2019. Partisipasi Masyarakat Dalam Pencegahan Dan Pengendalian Kebakaran Lahan Gambut Di Hutan Lindung Gambut (HLG) Londerang Provinsi Jambi. Jurnal Pembangunan Berkelanjutan. eISSN: 2622-2310(e); 2622-2302(p), Volume 1. no (1) 2019. DOI: https://doi.org/10.22437/jpb.v21i1.5101
Cara Mencegah atau Meminimalkan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) Cara Mencegah atau Meminimalkan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) Reviewed by Deni Perdana on 5:55 PM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.