PENERAPAN TEKHNOLOGI ANAEROBIC FILTER (AF) PADA SPALD-T

Tekhnologi AF telah banyak diterapkan pada skala individual maupun skala komunal, dimana penerapan dalam kaitannya pembangunan SPALD-T banyak diimplementasikan pada program SANIMAS (Sanitasi Berbasis Masyarakat) yang diinisiasi oleh Kementeria Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Penggunaan tekhnologi AF ini dinilai memiliki efisiensi tinggi dalam penurunan beberapa parameter air limbah seperti BOD, COD, dan TSS namun untuk kandungan amoniak dan total coliform perlu dilakukan pengolahan lanjutan. 


Salah satau pertimbangan pemilihan tekhnologi AF ini yaitu dibangun dengan low cost. Hal ini karena bahan atau material yang digunakan sebagai material filter dapat ditemukan secara mudah dan tersedia sangat melimpah


Menjadi sangat penting adalah dalam pemilihan media filter yang digunakan dalam AF ini. Apabila pemilihan media filter tidak tepat, maka pengolahan air limbah yang diolah menjadi tidak optimal sehingga kualitas air yang dihasilkan tidak sesuai dengan baku mutu yang dipersyaratkan. Media filter yang digunakan dalam tekhnologi AF adalah kerikil/gravel dengan diameter 2-3 mm, batok kelapa, marmer, atau beberapa media yang dikeluarkan oleh fabrikasi seperti bioball, packing plastic dan lain sebagainya. Pemberian media filter ini bertujuan sebagai tempat melekatnya biomassa dan membentuk lapisan lendir atau biofilm


Tekhnologi AF merupakan kombinasi dari pengolahan fisik yaitu pengendapan koloid dan biologi yaitu lapisan filter yang menjadi tempat berkembangnya bakteri. Didalam penerapannya, tekhnologi AF ini membutuhkan pre-treatment (seperti tangka septik) untuk mengendapkan solid sebelum dialirkan ke ruang filter. Keefektifan dan keefisien tekhnologi AF dibuktikan dengan pengurangan padatan tersuspensi dan BOD mencapai ±80%


Konstruksi AF terdiri dari beberapa ruang yang disekat yang diatur sedemikian rupa sehingga menciptakan aliran ke atas (upflow), ke bawah (downflow) atau kombinasi keduanya. Aliran ke atas (upflow) tujuannya untuk menghindari biomassa yang telah terbentuk menjadi terkelupas sehingga mengganggu pengolahan air limbah, sedangkan pengaliran ke arah bawah (downflow) dilakukan dengan maksud agar pembersihan filter lebih mudah. Partikel melayang dan terlarut yang tidak mengendap dalam permukaan pada bak, akan diolah saat berkontak dengan biomassa yang menempel pada media filter. Dalam kondisi anaerob ini, bakteri akan mencerna bahan organik yang terdispersi atau terlarut dalam waktu retensi yang singkat. Media filter yang baik yaitu memiliki luas permukaan antara 90 – 300 m2/m3.

Skema Anaerobik Filter


Dalam bangunan AF ini perlu diatur ketinggian air limbah yang akan diolah untuk menutupi media filter yaitu ±3 meter dengan Hydraulic Retention Time (HRT) antara 12 – 36 jam. Sementara itu, untuk luas material filter antara 90 – 300 m2 luas permukaan/m3 volume reactor (Sasse, 1998; Morel, 2006). Material filter dengan diameter ukuran 12 – 55 mm dengan penyusunan material ukuran semakin ke atas semakin mengecil. Filter juga perlu disusun menjadi 2 atau 3 lapisan pada kedalaman minimum 0,8 – 1,2 m (Sperling & Chernicaro, 2005). Dengan ukuran media filter yang ideal, maka akan mencegah terjadinya clogging dan akan meningkatkan kontak antara materi organik dan biomassa sehingga proses degradasi akan semakin efektif.

Diameter media filter semakin ke atas semakin kecil

Yang perlu diperhatikan dalam penggunaan tekhnologi AF ini adalah memastikan tangki berfungsi dengan baik. Pemantauan tersebut seperti memantau ketinggian lumpur, karena seiring berjalannya waktu, lumpur ini akan menyumbat pori-pori filter. Apabila terjadi penyumbatan, maka tangki AF perlu segera dibersihkan dengan menjalankan metode backwash atau dengan melepas material filter secara manual. Selain itu, penyedotan lumpur pada pengendap harus secara rutin dilakukan.


Karena biomassa anaerobik pada saat pertama kali digunakan akan berkembang secara perlahan pada media filter, maka tekhnologi AF ini membutuhkan waktu start-up selama 6 – 9 bulan untuk mencapai kapasitas pengolahan penuh. Untuk mengurangi waktu start-up, maka filter dapat diinakulasi dengan bakteri anaerobik, seperi dengan menyemprotkan lumpur dari tangki septik ke media filter (Sasse, 1998)


Kelebihan Tekhnologi Anaerobik Filter (AF) meliputi:

1. Tahan terhadap shok loading, baik itu organic shok loading maupun hydraulic shok loading

2. Tidak membutuhkan energi listrik

3. biaya operasi relative rendah

4. Tahan lama

5. Efisiensi pengurangan BOD dan solid relatif tinggi

6. Produksi lumpur rendah dan lebih stabil

7. Tidak membutuhkan lahan yang luas


Kekurangan dari Anaerobik Filter (AF) meliputi:

1. Diperlukan pipa untuk menyalurkan air limbah ke IPAL

2. Perlu tenaga ahli yang paham untuk merancang dan konstruksi

3. Efisiensi pengolahan nutrient dan pathogen rencah

4. Efluen dan lumpur membutuhkan pengolahan lanjutan

5. Memiliki resiko clogging, sehingga perlu diperhatikan dalam pre-treatment

6. Melepaskan dan membersihkan media filter yang tersumbat diperlukan effort yang tidak praktis

7. Hanya cocok untuk kepadatan penduduk yang rendah

8. Membutuhkan waktu yang lama untuk start up

PENERAPAN TEKHNOLOGI ANAEROBIC FILTER (AF) PADA SPALD-T  PENERAPAN TEKHNOLOGI ANAEROBIC FILTER (AF) PADA SPALD-T Reviewed by Deni Perdana on 12:40 AM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.