Air
limbah domestik adalah air limbah yang berasal rumah tangga yang terdiri dari black water dan grey water. Black water
merupakan limbah cair yang berasal dari toilet rumah tangga sedangkan grey water merupakan limbah cair rumah
tangga yang meliputi air bekas mandi,
cuci tangan, cuci baju, cuci piring, dan limbah cair dapur, tetapi bukan
merupakan limbah dari toilet atau black
water (Jefferson et al.,1999; Otterpohl et al., 1999; Eriksson et al.,
2002; Ottoson and Stenstrom, 2003). Jumlah Grey
water sebanyak 50-80% dari total volume limbah cair domestik (Eriksson et al., 2003; Friedler and Hadari, 2006).
Sampai dengan saat ini, Indonesia belum memiliki instalasi yang memadai untuk pengolahan grey water. Biasanya Grey water yang dihasilkan oleh rumah tangga dibuang secara langsung melalui saluran drainase perkotaan, yang mana saluran drainase ini akan langsung mengalir ke badan air. Hal ini akan menyebabkan pencemaran lingkungan pada badan air berupa peristiwa eutrofikasi karena komposisi dari grey water banyak mengandung nitrogen, fosfat dan potasium (Lindstorm, 2000) yang merupakan unsur nutrisi pada tumbuhan.
Permasalahan
lain yang menyebabkan minimnya sarana sanitasi di Indonesia adalah sedikitnya
alokasi APBN yang dianggarkan untuk sektor sanitasi. Dalam membuat sistem
pengolahan air limbah memang membutuhkan biaya yang sangat mahal terutama
terkait unit-unit pengolahannya yang harus diimpor dari negara lain. Untuk itu,
pengolahan limbah dengan prinsip ekologis dengan menggunakan sistem pengolahan siklus tertutup dimana limbah yang ada dimanfaatkan secara
optimal dalam sistem sangat direkomendasikan. Alternatif sistem pengolahan yang
dapat digunakan yaitu WWG (Waste Water
Garden).
WWG merupakan sistem pengolahan air limbah dengan menerapkan metode lahan basah (constructed wetland). Constructed wetland merupakan sistem pengolahan terencana atau terkontrol yang telah dedesain dan dibangun menggunakan proses alami yang melibatkan vegetasi, media, dan mikroorganisme untuk mengolah air limbah (Vymazal, 2010). Metode ini telah diterapkan di negara-negara maju seperti Jerman, Inggris, Jepang, dan lain-lain serta telah diterapkan pula di Indonesia yaitu di Bali yang biasa disebut Taman Bali.
Waste Water Garden menggunakan tanaman yang bersimbiosis dengan bakteri, jamur, dan organisme lainnya sebagai pendegradasi limbah. Effluen yang dihasilkan akan sedikit karena tumbuhan menggunakan banyak air dalam proses transpirasi dan effluennya dapat dijadikan sebagai sumber irigasi. Waste Water Garden sangat dianjurkan untuk pemakaian di perumahan, tempat usaha, dan masyarakat di daerah-daerah yang memiliki air tanah dekat dengan permukaan dan di tempat-tempat yang memiliki tanah berkarang atau tanah liat yang tidak dapat menyerap air sehingga dapat mencegah kebocoran dari operasional. Kondisi iklim Indonesia yang tropis sangat mendukung pengolahan dengan konsep Waste Water Garden ini.
Waste Water Gardens (WWG) dibangun pada lahan basah dengan menggunakan tumbuh-tumbuhan, mikroba,sinar matahari, dan gravitasi untuk memindah air limbah ke dalam taman. Sistem WWG mampu membersihkan air sampai tingkat tinggi. Dalam penelitian selama beberapa dekade, sistem jenis ini, bahkan dalam bentuk desain awal, telah memiliki catatan yang disimpan dengan baik berfungsi untuk membersihkan air secara konsisten sampai pada tingkat yang lebih baik daripada standard kota di bidang pengolahan air limbah.
Bakteri fecal coliform dapat ditekan lebih dari
99% dalam WWG tanpa memakai zat kimia yang mahal dan berbahaya terhadap
lingkungan seperti klorin. Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD) dapat ditekan
85-90% dari tingkat yang dipengaruhi dan pelepasan nitrogen dan fosfor sangat
besar. WWG memerlukan biaya yang rendah, dengan teknologi sederhana dan tahan
lama. Pemeliharaan sistem ini juga sangat sederhana. Sistem WWG dapat diukur
dengan tepat dari unit ukuran yang paling kecil untuk rumah tangga sampai
dengan ukuran yang lebih besar untuk industri atau sistem kota dan tanpa adanya
tambahan kapasitas yang lebih besar daripada yang dibutuhkan.
Pembangunan sistem WWG lebih murah apabila dibandingkan dengan pengolahan limbah konvensional dan biaya pengelolaan jauh lebih rendah (sekitar 510% dari pemeliharaan biasa dan biaya operasional), karena sebagian kecil bahkan tidak menggunakan mesin sama sekali. WWG menjadi lebih efektif untuk mengolah limbah karena bisa ditanami tumbuh-tumbuhan, jika dibandingkan dengan sistem mekanis yang pada umumnya menjadi kurang efektif khususnya apabila mesin sudah mulai tua.
Pengolahan limbah dengan konsep Waste Water Garden (WWG) meliputi pengolahan fisik, kimia, dan biologi. Proses fisik yang terjadi pada saat proses sedimentasi, filtrasi, dan adsorpsi oleh media tanah sedangkan proses biologi dan kimia melalui aktivitas mikroorganisme dan tanaman. Mekanisme penyerapan polutan pada lahan basah buatan terdiri dari proses abiotik (fisik dan kimia), biotik (mikroorganisme dan tanaman), atau gabungan dari keduanya.
Pengolahan primer secara abiotik meliputi: sedimentasi, untuk menghilangkan partikulat dan padatan tersuspensi; adsopsi dan absorpsi, proses kimiawi yang terjadi pada tanaman, substrat, sedimen, dan air limbah yang berkaitan dengan waktu retensi air limbah; oksidasi dan reduksi, efektif untuk mengikat logam-logam B3 pada lahan basah; photodegradasi, degradasi berbagai unsur polutan dengan adanya sinar matahari; dan volatilisasi, prnurunan polutan akibat menguap dalam bentuk gas. Sedangkan secara biotik, yaitu: biodegradasi secara aerobik/anaerobik, yaitu degradasi kontaminan dengan mikroba di daerah rizosfer akibat tanaman mengeluarkan eskudat akar; fitostabilisasi, kemampuan sebagian tanaman untuk memisahkan bahan anorganik pada akar tanaman; fitoekstraksi, dimana akar tanaman dapat menyerap kontaminan secara bersamaan dengan penyerapan nutrien dan air; rhizodegradasi, dimana akar tanaman menyerap bahan polutan dari hasil degradasi bahan organik yang dilakukan mikroorganisme; fitovolatilisasi, proses penyerapan air yang mengandung kontaminan organik melalui akar, diangkut ke bagian daun, dan mengeluarkan kontaminan yang sudah didetoksifikasi ke udara melalui daun; dan fitodegradasi, perombakan kontaminan di dalam jaringan tanaman menjadi molekul yang tidak bersifat toksik.
Dalam Waste Water Garden, tanaman akan berfungsi sebagai aerator dalam sistem dimana tanaman akan mengalirkan udara ke sistem akar sehingga akan menstimulasi pertumbuhan mikroba. Selain itu tanaman juga akan mengeluarkan eskudat rhizosfer berupa gula, pati, dan asam organik untuk kebutuhan energi dan sumber karbon untuk mikroorganisme. Lalu mikroorganisme tersebut akan mendegradasikan polutan di dalam air limbah menjadi senyawa yang tidak berbahaya bagi lingkungan. Semakin banyak tanaman maka semakin banyak mikroorganisme yang ada.
Sistem Waste Water Garden biasanya terdiri dari tangki kotoran untuk memisahkan padatan dari air limbah, Waste Water Garden yang merupakan ruangan terbuat dari beton untuk menahan air di dalamnya, dan pembuanganan untuk air yang sudah diolah ke pelepasan atau untuk mengaliri irigasi. Air limbah yang ada ditahan dengan di bawah permukaan dasar yang terbuat dari kerikil, yang ditanami dengan berbagai jenis tanaman lahan basah. Air limbah biasanya ditampung di dalam tangki kotoran selama 2-3 hari dan didalam Waste Water Garden selama 5-7 hari.
Waste Water Garden Sebagai Alternatif Pengolahan Grey Water (Limbah Rumah Tangga)
Reviewed by Deni Perdana
on
11:40 PM
Rating:
No comments: