Sampah merupakan sisa kegiatan manusia dan hewan yang berbentuk padat yang biasanya sudah tidak diinginkan dan tidak dapat digunakan kembali (Tchobanoglous et al., 1993). Sampah tersebut harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan permasalahan bagi lingkungan. Pengelolaan sampah dari rumah tangga sangat penting dilakukan karena berbagai alasan (Sterner dan Bartelings, 1998). Pengelolaan sampah yang kurang efektif dapat mengakibatkan bahaya terhadap kesehatan lingkungan dan memiliki dampak negatif pada lingkungan yang mungkin dapat melampaui batas-batas geografis (Seik, 1997; Zahra dan Damanhuri, 2011). Menurut Tchobanoglous et al (1993), hirarki pengelolaan sampah terpadu adalah pengurangan di sumber, daur ulang, transformasi sampah, dan pemrosesan akhir (landfilling). Sampah yang tidak dapat didaur ulang atau digunakan kembali, residu dari fasilitas materials recovery, dan residu hasil konversi dan energi akan diolah ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
TPA Cipayung merupakan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah yang berada di Kota Depok. TPA Cipayung memiliki kapasitas 350 – 400 ton/hari (Ferina, 2014). Namun, seiring dengan terus meningkatnya pertumbuhan penduduk di Kota Depok, timbulan sampah yang masuk ke TPA Cipayung juga meningkat. Penduduk Kota Depok berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2016 sebanyak 2.179.813 jiwa. Dibandingkan dengan proyeksi jumlah penduduk tahun 2015, penduduk Kota Depok mengalami pertumbuhan sebesar 3,84% (Depok Dalam Angka, 2017). Menurut Kepala Bidang Kebersihan dan Kemitraan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Depok (2018), saat ini timbulan sampah di TPA Cipayung mencapai 750 – 800 ton tiap harinya.
Pengolahan air lindi bertujuan untuk menurunkan konsentrasi pencemar yang terkandung dalam air lindi. Teknologi pengolahan air lindi di TPA Cipayung saat ini menggunakan kolam-kolam stabilisasi. Untuk mengolah logam berat dalam air lindi maka diperlukan teknologi lebih lanjut mengingat Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.59 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Lindi Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah. Parameter yang diatur dalam peraturan tersebut diantaranya pH, BOD, COD, TSS, N Total, Merkuri, dan Kadmium.
Karakteristik air lindi di TPA Cipayung bersifat basa yaitu dengan nilai rata-rata pH sebesar 7,83. Untuk konsentrasi TSS pada air lindi TPA Cipayung tergolong rendah yaitu berkisar 70 – 75 mg/L yang menunjukan bahwa air lindi TPA Cipayung tergolong air lindi mature untuk landfill berusia diatas 10 tahun (Tchobanoglous, 1993). Nilai BOD dan COD air lindi TPA Cipayung memiliki rata-rata cukup tinggi yaitu 3.959,63 mg/L dan 6.860 mg/L sehingga rasio BOD/COD adalah 0,58. Jika rasio BOD/COD ≥ 0,5, maka air lindi dapat diolah melalui pengolahan biologis. Untuk konsentrasi nitrogen rata-rata sebesar 373,33 mg/L. Kandungan nitrogen dalam air lindi berasal dari konversi protein pada sampah oleh mikroorganisme hetrotrofik (Berge et al, 2005).
Logam berat seperti merkuri dan kadmium juga terkandung dalam air lindi. Berdasarkan hasil pengukuran laboratorium, konsentrasi merkuri didapatkan sebesar 0,0016 mg/L. Konsentrasi merkuri dalam air lindi TPA Cipayung sangat kecil namun tetap perlu dilakukan pengolahan agar tidak menurunkan kualitas lingkungan. Sementara, untuk konsentrasi kadmium tidak dapat terdeteksi oleh pemeriksaan dengan analisis spektrofotometri serapan atom (AAS). Hal ini dikarenakan kandungan kadmium pada air lindi TPA Cipayung sangat rendah berada dibawah 0,001 mg/L
Air lindi yang dibuang ke lingkungan harus memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu diperlukan peningkatan teknologi pengolahan lindi agar dapat memenuhi baku mutu tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga, beberapa pilihan alternatif teknologi yang diterapkan di Indonesia adalah:
Kolam Anaerobik, Fakultatif, Maturasi, dan Biofilter (Alternatif 1)
Kolam Anaerobik, Fakultatif, Maturasi, dan Constructed-Wetland (Alternatif 2)
Anaerobic Baffled Reactor (ABR) dengan Aerated Lagoon (Alternatif 3)
Proses Koagulasi – Flokulasi, Sedimentasi, Kolam Anaerobik (Alternatif 4)
Proses Koagulasi – Flokulasi, Sedimentasi I, Aerated Lagoon, Sedimentasi II (Alternatif)
Alternatif teknologi yang dipertimbangkan untuk pengolahan air lindi TPA Cipayung adalah alternatif 1 dan 2. Hal ini dikarenakan, pada IPL eksisting sudah terdapat kolam-kolam stabilisasi sehingga unit pengolahan lanjutan yang dipertimbangkan adalah biofilter dan wetland. Biofilter memiliki kemampuan yang baik dalam menyisihkan material organik yang baik namun untuk parameter logam berat masih dalam tahap pengembangan (Rodrigues, 2011).
Sementara itu Constructed wetland memiliki efisiensi penyisihan Total Nitrogen sebesar 40 – 80% dan logam berat 55 – 95% (Fletcher et al., 2003). Target baku mutu yang diharapkan adalah Peraturan Menteri LHK Nomor P.59 Tahun 2016 dengan parameter yang disyaratkan adalah material organik seperti BOD, COD, TSS, dan Total Nitrogen serta logam berat yaitu Merkuri, dan Kadmium.
Daftar Pustaka
Tchnobanoglous,
G., Theisen, H., & Vigil, S. 1993. Integrated Solid Waste Management. California: McGraw-Hill, Inc
Zahra, F., & Damanhuri, T. P. 2011. Kajian Komposisi, Karakteristik, dan Potensi Daur
Ulang Sampah di TPA Cipayung, Depok. Jurnal Teknik Lingkungan, 17(1), 59-69
Heyer, K.U., Stegmann, R. and für Abfallwirtschaft, I., 2001.
Leachate management: leachate generation, collection, treatment and costs. http://www.ifas-hamburg.de/pdf/leachate.pdf
No comments: