Baru-baru ini di awal bulan September 2020, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengadakan sosialisasi terkait penyimpanan limbah B3 sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No. P. 12/MENLHK/SETJEN/PLB.3/5/2020.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No. P. 12/MENLHK/SETJEN/ PLB.3/5/2020 secara umum mengatur tentang :
(1) Pelaku kegiatan penyimpanan Limbah B3
(2) Rancang bangun fasilitas penyimpanan Limbah B3
(3) Persyaratan teknis dan tata cara menyimpan dan /atau mengumpulkan Limbah B3
(4) Persyaratan dan tata cara pengemasan Limbah B3
(5) Waktu penyimpanan Limbah B3
(6) Penjelasan rinci dalam lampiran terkait penyimpanan Limbah B3
Mengingat banyaknya kegiatan penghasil Limbah B3 pada kota-kota besar dan ada beberapa kasus yang tempat penyimpanannya tidak sesuai standar sehingga sangat beresiko mencemari lingkungan sehingga akan berdampak secara langsung ataupun tidak langsung ke lingkungan.
Maksud berdampak langsung adalah langsung terasa dampaknya, dimana dampak tersebut menyebabkan gangguan kesehatan pada seseorang akibat terpapar langsung limbah B3, sedangkan dampak tidak langsung yaitu zat yang terkandung dalam limbah B3 bereaksi terhadap udara, air dan tanah sehingga menyebabkan pencemaran dan efeknya suatu saat akan menggangu hewan, tanaman sampai dengan manusia itu sendiri.
Setiap orang yang menghasilkan Limbah B3 WAJIB melakukan penyimpanan Limbah B3 (PP No. 101 Tahun 2014. Artinya setiap kegiatan yang menimbulkan timbulnya Limbah B3 wajib mempunyai Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) limbah B3, TPS tersebut terpisah dengan TPS sampah domestik (organik dan anorganik) dan memiliki bangunan tersendiri.
Maka sangat penting sekali meminimalisir atau bahkan meniadakan adanya kesalahan dalam penyimpanan limbah B3 seperti tidak terjadi ceceran, tumpahan, meledak, bahkan sampai keadaan yang membuat kondisi parah akibat dari tempat penyimpanan yang kurang tepat.
Penyimpanan Limbah B3 (perlu diurus izinnya, setiap kegiatan berbeda izin) boleh dilakukan dengan :
(1) Diolah atau dimanfaatkan atau ditimbun sendiri
(2) Diserahkan ke pengumpul atau pengolah atau pemanfaat atau penimbunan Limbah B3.
TPS yang telah dibangun oleh pemrakarsa harus memiliki izin TPS Limbah B3 oleh instansi terkait, contoh apabila di Provinsi DKI Jakarta pengurusan izin TPS Limbah B3 harus ke DPMPTSP Provinsi DKI Jakarta.
Mereview kembali Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No. P. 12/MENLHK/SETJEN/PLB.3/5/2020 tentang penyimpanan limbah B3,
Maka dalam perencanaan penyimpanan limbah B3 dan pemilihan lokasi atau tempat perlu diperhatikan meliputi :
(1) Bebas banjir,
(2) Tidak rawan bencana alam (longsoran, bahaya gunung api, gempa bumi, sesar, sink hole, amblesan (land subsidence), tsunami, dan/atau mud volcano)
(3) Lokasi berada dalam penguasaan setiap orang yang menghasilkan, Pengumpul, Pemanfaat, Pengolah dan atau Penimbun Limbah B3
Penyimpanan Limbah B3 tidak bisa dianggap sepele atau diremehkan, kenapa? Karena apabila penyimpanan sudah keliru maka tindakan lebih lanjut seperti pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan akan keliru juga.
Oleh sebab itu perlu dilakukan pemilahan Limbah B3 untuk membedakan antara Limbah B3 satu dengan yang lainnya, kemudian dilakukan pengemasan serta di “tempeli” simbol B3 dari setiap Limbah B3 yang dihasilkan supaya mudah teridentifikasi.
Material/bahan yang digunakan dalam pengemasan Limbah B3 meliputi :
(1) Kemasan logam atau plastik, jenis kemasan yang digunakan tergantung pada karakteristik Limbah B3 yang akan disimpan. Jadi lebih baik dipilih yang kuat sehingga meminimalisir ada ceceran Limbah B3,
(2) Mampu menahan Limbah B3 supaya tetap berada pada tempatnya,
(3) Memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya ceceran ataupun tumpahan saat dilakukan penyimpanan, pemindahan atau pengangkutan,
(4) Kondisi wadah tidak dalam kondisi bocor, berkarat ataupun rusak
Sedangkan untuk peralatan penanggulangan keadaan darurat pada setiap fasilitas penyimpanan Limbah B3 meliputi
(1) Dilengkapi dengan sistem pendeteksi dan peralatan pemadam kebakaran
(2) Dilengkapi dengan alat penanggulangan keadaan darurat lain yang sesuai
(3) Fasilitas pertolongan pertama
(4) Peralatan penanganan tumpahan
(5) Fasilitas bongkar muat
Dalam hal penyimpanan B3 perlu juga diperhatikan prinsip dalam pengemasan Limbah B3 yaitu sifat limbah B3 dan jumlah limbah B3. Kemudian dilakukan pemilahan, dipilah mana yang cair atau padat, korosif atau eksplosif dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan untuk menghindari campuran limbah B3 yang dampaknya akan lebih berbahaya apabila dicampur.
Perlu diketahui bagi ”pemrakarsa” bahwa tempat penyimpanan limbah B3 supaya dirancang sesuai dengan karakteristik dan volume Limbah B3 yang dihasilkan dan/atau dikumpulkan.
Persyaratan penyimpanan Limbah B3 berdasar fasilitas (tempat) penyimpanannya :
Bangunan, (1) pengemasan dilakukan dengan menyesuaikan jenis, karakteristik ataupun kompabilitas Limbah B3, (2) mempertimbangkan terjadinya pengembangan volume Limbah B3, pembentukan gas atau kenaikan tekanan
Tangki/kontainer, (1) dilengkapi dengan system yang tidak menimbulkan ceceran saat bongkar muat, (2) memberikan ruang 20% dari total kapasitas tangki/kontainer yang tersedia, hal ini untuk mengantisipasi pengembangan volume dan pembentukan gas
Silo, (1) pembangunan diatas permukaan tanah dengan pondasi yang dapat menahan beban dari atas dan bawah serta mampu mencegah kerusakan yang diakibatkan oleh tekanan atau gaya angkat, (2) dibangun dengan tanggul dengan lantai kedap air di sekitar input ke silo, digunakan untuk menampung ceceran Limbah B3, (3) Diberikan simbol Limbah B3 sesuai dengan ketentuan
Waste Pile, (1) tidak boleh melakukan pencampuran Limbah B3, (2) Limbah B3 Fly ash dan debu electric arc furnace dilakukan pencegahan dispersi Limbah B3, (3) memenuhi baku mutu air limbah, (4) dibangun dengan drainase di sekeliling tempat tumpukan Limbah yang dirancang untuk mengalirkan air yang berkontak langsung dengan Limbah B3 ke kolam penampung air. (5) dibuat tanggul dengan ketinggian minimal 1 meter dari permukaan tanah untuk menghindari ceceran atau tumpahan Limbah B3, (6) dibangun sumur pantau bagian hulu (up stream) dan hilir (down stream) pada tempat tumpukan limbah sesuai dengan pola arah aliran air tanah.
Waste Impoundment, (1) tidak melakukan pencampuran Limbah B3 dari sumber spesifik khusus, (2) memenuhi baku mutu air limbah sebelum dibuang ke media lingkungan, (3) jika ada endapan pada kolam penampung air maka wajib dikembalikan ke waste impoundment, (4) dibangun tanggul disekeliling waste impoundment setinggi minimal 1 meter dari permukaan tanah untuk menghindari luapan air. (5) dibangun spillway (pelimpahan) untuk mengalirkan Limbah B3 yang disimpan menuju kolam penampung air, (6) dibangun sumur pantau bagian hulu (up stream) dan hilir (down stream) pada tempat tumpukan limbah sesuai dengan pola arah aliran air tanah.
Penyimpanan Limbah B3 salah Waste pile dan Waste Impoundment harus memperhatikan permaebilitas tanah. Biasanya waste pile digunakan untuk Limbah B3 padat sedangkan waste impoundment biasanya untuk Limbah B3 cairan ataupun slurry. Bentuk dari waste pile yaitu seperti lantai datar kemudian ditumpuki limbah B3 dengan sifat yang sama (seperti open dumping pada TPA). Sedangkan untuk waste impoundment dibuat cekungan dengan menggali tanah kemudian diperkeras ataupun ditutup menggunakan bahan apapun yang penting tidak sampai meresap ke dalam tanah.
Pengemasan Limbah B3 dikecualikan bagi Limbah B3 yang (1) dari sumber spesifik khusus, (2) peralatan elektronik utuh dan (3) tidak berbentuk fase cair, debu, dross, gram logam dan cacahan.
Download selengkapnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No. P. 12/MENLHK/SETJEN/PLB.3/5/2020 disini
No comments: