Permasalahan Dan Akibat Penurunan Muka Tanah (Land Subsidence) Di Jakarta


Pertumbuhan penduduk di Jakarta semakin lama semakin bertambah dari tahun ke tahun. Perpindahan penduduk dari desa ke kota atau disebut juga urbanisasi ini salah satu pemicu pertumbuhan penduduk, faktor pendorongnya adalah perbaikan ekonomi dengan harapan bisa dapat hidup dengan layak, walaupun hanya modal nekat dengan tanpa memiliki kompetensi diri yang baik. Karena sebagian orang menganggap bahwa bekerja di Jakarta akan lebih menjanjikan daripada bekerja di desa.


Berdasarkan data dari BPS Jakarta Dalam Angka Tahun 2020 menunjukkan jumlah penduduk Jakarta pada tahun 2010 yaitu sebanyak 9.607.787 jiwa menjadi 10.557.810 jiwa pada tahun 2019, yang berarti laju pertumbuhan kurang lebih 1,19% dengan kepadatan penduduk 15.900 jiwa/Km2. Akibat dari laju urbanisasi yang cepat, konsekuensinya angka pembangunan menjadi naik dan area hijau menjadi menurun. Dengan semakin bertambahnya penduduk inilah terpaksa Jakarta harus mengembangkan berbagai fasilitas penunjang dalam menanggulangi dampak-dampak dari cepatnya pertumbuhan penduduk, seperti pembangunan fasilitas transportasi, fasilitas umum, rumah susun/apartemen dan lain sebagainya.



Dengan banyaknya pembangunan yang dilakukan di Jakarta mengakibatkan penurunan muka tanah (Land Subsidence). Penurunan permukaan tanah diartikan sebagai proses gerakan penurunan muka tanah berdasarkan suatu datum tertentu (kerangka referensi geodesi) yang mana terdapat beberapa variable penyebab turunnya muka tanah (Marfai, 2006). Salah satu variabel yang kuat penyumbang penurunan muka tanah adalah pengambilan air tanah secara masif sebagai pemenuhan kebutuhan air bersih dan sanitasi untuk pembangunan konstruksi, rumah tangga, industri, perkantoran atau kegiatan sejenis lainnya di Jakarta.


Pada wilayah pesisir Jakarta juga mengalami perkembangan pembangunan yang luas. Dengan dibangunnya beberapa fasilitas seperti pelabuhan, resort, perumahan, kondominium, mall, hotel, perkantoran dan lain sebagainya. Ditambah lagi dengan reklamasi yang berbatasan langsung dengan teluk Jakarta untuk memenuhi kebutuhan lahan permukiman dan meningkatkan perekonomian Pemerintah Daerah. Dengan banyaknya pembangunan dan aktivitas di wilayah tersebut kebutuhan air bersih pasti juga akan naik, sehingga termasuk pemicu turunnya permukaan tanah di Jakarta adalah akibat dari kegiatan ini.




Aktivitas perekonomian di wilayah Jakarta juga tumbuh dengan cepat terutama pada bidang industri, perdagangan, real estate dan sektor-sektor lainnya, apalagi didukung oleh kota-kota penyangga Jakarta seperti Bekasi, Tangerang, Depok dan Bogor menjadikan kebutuhan akan bersih naik. Lebih dari 60% air tanah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, dibandingkan dengan penggunaan air dari PAM sangatlah jauh. Alasan penggunaan air tanah yang berlebihan ini salah satunya karena air tanah didapatkan dengan murah. Padahal, pemakaian air tanah berlebihan ini akan memperdalam akuifer dan akan menyebabkan penurunan tanah. penurunan muka tanah mempunyai sifat kontinuitas, dimana apabila pada tahun sebelumnya pada suatu daerah mengalami penurunan air tanah maka pada tahun berikutnya penurunan tanah tersebut akan semakin besar (Ramadhanis, 2017).


Besar penurunan muka tanah di Jakarta mencapai 10 – 180 cm, tergantung pada letak wilayahnya dimana paling banyak terjadi penurunan muka tanah yaitu di Wilayah Jakarta Utara (Dewi, 2020). Sumber lain mengungkapkan penurunan muka tanah wilayah Jakarta Pusat sebesar 2 cm/tahun, Jakarta Selatan sebesar 1 cm/tahun, Jakarta Timur sebesar 10 cm/tahun Jakarta Barat sebesar 15 cm/tahun dan yang terbesar wilayah Jakarta Utara sebesar 25 cm/tahun (Mayuri Mei, bbc.com 2018). Apabila dilihat dari data muka tanah diatas sangat besar sekali penurunannya, hal ini diperparah dengan hampir 50% wilayah Jakarta berada dibawah permukaan laut.


Penurunan muka tanah sebenarnya bukan hal baru di Jakarta, karena hal ini sudah diungkap semenjak tahun 1993 yaitu oleh Murdohardono and Tirtomihardjo. Dampak penurunan muka tanah dapat dilihat dari berbagai macam bentuk, seperti rusaknya konstruksi yang dibangun secara permanen, rusaknya konstruksi jalan, berubahnya kanal sungai dan sistem alirannya, melebarnya area banjir baik di pesisir atau inland area, tidak berfungsi dengan baik sistem drainase serta naiknya air laut ke permukaan tanah mengancam tenggelamnya wilayah Jakarta.


Penurunan muka tanah di Jakarta memiliki keterkaitan yang kuat dengan proses pembangunan kota. Pembangunan di Jakarta menyebabkan peningkatan area terbangun, peningkatan populasi, peningkatan kegiatan ekonomi dan industri serta meningkatkan pengambilan air tanah akibat kegiatan tersebut. Di sisi lain, fenomena penurunan tanah harus menjadi pertimbangan dalam proses pembangunan kota itu sendiri. Pertimbangannya seperti perencanaan penggunaan lahan, pembuatan peraturan pengambilan air tanah, manajemen pengendalian banjir, dan kontrol intrusi air laut adalah contoh dari beberapa aspek pembangunan perkotaan yang akan terkait dengan fenomena penurunan permukaan tanah.


Perlu disadari bahwa penataan dan perencanaan wilayah yang baik yaitu dengan  melakukan studi karakteristik untuk menekan pola dan laju penurunan muka tanah. Penataan dan perencanaan wilayah di Jakarta tentunya sangat tidak mudah, mengingat wilayah Jakarta ini penduduknya sangat padat sekali bahkan bisa disebut over capacity. Penataan tentu perlu penggusuran bangunan, sedangkan setiap penggusuran di wilayah Jakarta pasti mendapat penolakan dari warga setempat. Berbagai alasan warga disampaikan seperti sejak kecil sampai dewasa sudah disini, tidak mau dipindahkan ke rusun yang sudah disediakan, takut hilang pendapatan dan lain sebagainya. Hal-hal seperti ini membuat Pemerintah harus berfikir ulang bagaimana cara mengatasinya dan sepertinya Pemerintah tidak berdaya menghadapi penolakan warga.




Namun, alangkah baiknya Pemerintah tidak mudah menyerah dengan warga dilibatkan secara terus menerus dalam menghadapi penurunan muka tanah ini khususnya. Pelibatan warga ini bisa dilakukan dengan memulai sosialisasi dan diskusi tentang bahaya kalau tidak dilakukan penataan ruang di wilayah dari tingkat sekolah, Rt/Rw dan forum lainnya sampai dengan penyediaan tempat tinggal ataupun kompensasi warga yang terkena dampak. Dalam skala yang lebih besar lagi yaitu pembangunan gedung-gedung pencakar langit sebagai perkantoran, apartemen, hotel dan lain sebagainya yang semakin banyak dilakukan. Pembangunan gedung-gedung inilah pemicu turunnya muka tanah, contohnya dari aktifitas kegiatan dewatering saat kontruksi atau pengambilan air tanah pada saat beroperasi. Pemberian izin mendirikan bangunan menjadi sangat penting dalam hal ini, dalam artian juga tidak mempersulit dalam pembangunannya namun perlu adanya syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pembangunan dan pengoperasian dengan memperhatikan konservasi pada air tanah.



REFFERENCE
Dewi, A. H., Lastiasih, Y., & Wahyudi, H. (2020). Perencanaan Perbaikan Tanah dan Perkuatan Tanggul Lepas Pantai Teluk Jakarta. Jurnal Teknik ITS, 8(2), C102-C107.
Marfai, M. A. and L. King (2006). Due to Hydrocarbon Production in the Netherlands, Springer.
Murdohardono D, Tirtomihardjo H. (1993). Penurunan tananh di Jakarta dan Rencana Pemantauannya. In: Proceedings of the 22nd Annual Convention of the Indonesian Association of Geologists, Bandung, 6–9 December. pp 346–354
Ramadhanis, Z., Prasetyo, Y., & Yuwono, B. D. (2017). Analisis korelasi spasial dampak penurunan muka tanah terhadap banjir di jakarta utara. Jurnal Geodesi Undip, 6(3), 77-86.
Permasalahan Dan Akibat Penurunan Muka Tanah (Land Subsidence) Di Jakarta Permasalahan Dan Akibat Penurunan Muka Tanah (Land Subsidence) Di Jakarta Reviewed by Deni Perdana on 10:24 AM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.