Berbagai masalah lingkungan dapat ditimbulkan dari
berbagai masalah pengelolaan dan pengolahan yang kurang baik terhadap
sumber-sumber pencemar yang dihasilkan oleh suatu kegiatan. Sumber-sumber pencemar
tersebut melalui bermacam-macam kegiatan, seperti kegiatan industri,
pertambangan, rumah tangga, perkantoran, rumah sakit dan lain sebagainya.
Meminimalkan pencemaran dapat dilakukan dengan melakukan manajemen yang baik
terhadap bahan pencemar seperti pengelolaan dan pengolahan air limbah, limbah
padat (limbah B3 dan Non B3), pengelolaan timbulan pencemaran udara (emisi
kendaraan) dan lain sebagainya.
Manajemen yang baik yaitu dengan melakukan perencanaan,
pelaksanaan, pengecekan dan evaluasi. Hal ini dilakukan secara bersama-sama
antara pimpinan dan karyawan (apabila diperusahaan) ataupun secara individu
(apabila rumah tangga), demikian itu bertujuan supaya pelaksanaan kegiatan
berjalan dengan baik dan bisa terlaksana secara berlanjut. Namun, yang perlu
diperhatikan adalah (jika diperusahaan) masing-masing Sumber Daya Manusia (SDM)
mempunyai tugas. Tugas yang dimaksud adalah sesuai dengan hierarki organisasi
perusahaan, dimana setiap SDM mempunyai kewenangan masing-masing, seperti
pengambilan kebijakan, pelaksana kegiatan dan lain sebagainya.
Tidak terkecuali pelaksanaan pelayanan publik seperti
Rumah Sakit yang memerlukan sebuah manajemen yang baik untuk pengelolaan dan
pengoahan Limbah B3. Dimana Rumah Sakit ini juga menghasilkan salah satu sumber
pencemar yang apabila tidak dilakukan manajemen dengan baik maka akan
membahayakan lingkungan. Salah satu bahan pencemar yang dihasilkan Rumah Sakit
adalah timbulan limbah padat atau sampah, macamnya yaitu limbah padat organik,
limbah padat anorganik ataupun Limbah B3. Pada Rumah Sakit, limbah sering
disebut sampah medis dan sampah non medis. Sampah non medis merupakan sampah
yang berasal dari kegiatan luar medis seperti kertas, plastik, styrofoam, sisa makanan, kaleng, kaca
dan lain sebagainya yang tidak terkontaminasi. Sedangkan sampah medis merupakan
sampah yang berasal dari kegiatan medis, yang biasanya sampah dari bekas pemeriksaan
atau perawatan pasien seperti sampah Citotoksik (bahan terkontaminasi selama
peracikan, pengangkutan, terapi dll), obat kadaluarsa, sampah kimia (tindakan
medis, vetenary, laboratorium, proses
sterilisasi dan penelitian), sampah benda tajam (jarum suntik, intervena, pasteur pipet, pecahan kaca,
pisau bedah dll), sampah patologis (organ, anggota badan, plasenta, darah dan
tubuh lainnya, cairan tubuh dikeluarkan selama operasi dan otopsi), sampah
radioaktif (penggunaan radionucleida
medis atau penelitian).
Sampah-sampah yang berasal dari medis termasuk dalam
kategori Limbah B3 karena sifat, konsentrasinya atau jumlahnya dapat
membahayakan bagi kesehatan maupun lingkungan sehingga perlu penanganan khusus.
Berdasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 7 Tahun
2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, bahwa penyelenggaraan pengamanan
Limbah B3 dilakukan dengan upaya (1) identifikasi jenis Limbah B3 (karakteristik,
sumber, pewadahan, pengangkutan, penyimpanan dan pengolahan), (2) Penanganan
pewadahan dan pengangkutan diruangan sumber dengan melengkapi Standar Operasional Prosedur (SOP) seperti apabila terjadi ceceran Limbah B3 supaya di bersihkan
menggunakan alat pembersih (spill kit),
(3) alat pembersih Limbah B3 untuk selalu disiapkan di ruangan sumber, (4)
Pewadahan dengan wadah khusus yang kuat dan anti karat dan kedap air, terbuat
dari bahan yang mudah dibersihkan, dilengkapi penutup, dilengkapi dengan simbol
B3, dan diletakkan pada tempat yang jauh dari jangkauan orang umum, (5) Limbah
B3 yang berasal dari sumber, harus diserahkan kepada petugas khusus Limbah B3
untuk dibawa ke TPS Limbah B3, (6) Pengangkutan dari sumber ke TPS Limbah B3
harus menggunakan kereta angkut khusus yang berbahan kedap air, mudah
dibersihkan, dilengkapi penutup, tahan karat dan bocor, (7) Pengangkutan limbah
B3 dari ruangan sumber ke TPS dilakukan oleh petugas yang sudah mendapatkan
pelatihan.
Pengolahan Limbah B3 Rumah Sakit dapat dilakukan
secara internal dan eksternal. Dimana pengolahan internal dilakukan oleh pihak
Rumah Sakit sendiri dengan menggunakan peralatan seperti insenerator, autoclave, microwave, penguburan, enkapsulasi, inertisiasi. Peralatan yang
digunakan tersebut harus sesuai dengan peraturan perundangan dan memiliki izin
operasional. Selanjutnya, untuk pengolahan Limbah B3 secara eksternal dilakukan
melalui kerja sama dengan pihak pengolah atau penimbun limbah B3 yang telah
memiliki ijin.
Rumah Sakit yang melakukan pengolahan Limbah B3 secara
internal, perlu diperhatikan secara serius terhadap ketentuan perizinan
peralatan yang digunakan. Hal ini selain untuk memenuhi kepatuhan terhadap
peraturan admisnistrasi perundangan yaitu berguna untuk safety terhadap peralatan, operator ataupun pada saat perawatan. Untuk
pengolahan Limbah B3, Rumah Sakit biasanya menggunakan incenerator untuk
memusnahkan segala Limbah medis yang diproduksinya. Mengacu pada Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit bahwa spesifikasi insenerator yaitu (1) Kapasitas sesuai
dengan volume limbah B3 yang akan diolah, (2) Memiliki 2 (dua) ruang bakar yaitu
Ruang bakar 1 memiliki suhu bakar sekurang-kurangnya 800 oC dan Ruang
bakar 2 memiliki suhu bakar sekurang-kurangnya 1.000 oC untuk waktu
tinggal 2 (dua) detik, (3) Tinggi cerobong minimal 14 meter dari permukaan
tanah dan dilengkapi dengan lubang pengambilan sampel emisi, (4) Dilengkapi dengan
alat pengendalian pencemaran udara, (5) Tidak diperkenankan membakar limbah B3
radioaktif; limbah B3 dengan karakteristik mudah meledak; dan atau limbah B3 merkuri
atau logam berat lainnya.
Benda tajam harus diolah dengan insinerator bila
memungkinkan, dan dapat diolah bersama dengan limbah infeksius lainnya. Setelah
insinerasi atau disinfeksi, residunya dapat dibuang ke tempat pembuangan B3 atau
dibuang ke landfill jika residunya sudah aman. Limbah farmasi dalam jumlah kecil
juga dapat diolah dengan insinerator pirolitik (pyrolytic incinerator), rotary
kiln, dikubur secara aman, sanitary landfill,
dibuang ke sarana air limbah atau inersisasi. Tetapi dalam jumlah besar harus menggunakan
fasilitas pengolahan yang khusus seperti rotary kiln, kapsulisasi dalam drum
logam, dan insenerisasi. Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan
kepada distributor (Basriyanta, 2007).
Pelaksanaan pengelolaan ataupun pengolahan sampah
Rumah Sakit tentu memerlukan dukungan manajemen yang baik, dan lebih maksimal
lagi apabila manajemen mengerti tentang pengelolaan sampah, maka akan lebih
maksimal. Penyediaan anggaran yang cukup adalah bagian dari dukungan manajemen
yang baik, seperti penyediaan anggaran peralatan, operasional, perawatan,
perizinan dan lain sebagainya. Akan menjadi lebih mudah apabila anggaran yang
disediakan disesuaikan dengan standar peralatan yang dimiliki Rumah Sakit itu
sendiri. Salah satu penyediaan peralatan yang penting yaitu penyediaan Alat
perlindungan diri (APD) yang digunakan oleh petugas, minimal seperti masker dan
sarung tangan ditambah dengan seragam khusus/skot dan sepatu boots. Semua pekerja yang bertugas
mengumpulkan atau menangani limbah B3 harus menggukan helm, masker wajah,
pelindung mata, overall, celemek, sepatu boots, dan sarung tangan (Sabarguna dan
Rubaya, 2011). Contoh lain yaitu adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) dari
Rumah Sakit itu sendiri, dimana SOP harus dirancang mulai dari pengambilan
Limbah B3 dari sumber, pengangkutan ke TPS Limbah B3 sampai dengan pengolahan
atau penyerahan ke pihak yang telah bekerja sama, bahkan perlu dibuatkan SOP
pada waktu kegiatan darurat. Semua kegiatan tersebut harus terdokumentasi
dengan baik, yang nantinya berguna sebagai bahan pelaporan ke instansi terkait
ataupun untuk bahan evaluasi dari Rumah Sakit itu sendiri. Sebagai manajemen yang
baik tentu tidak melupakan PDCA, yaitu Plan, Do, Check, Action.
Dukungan lain yang penting dalam mendukung pengelolaan
dan pengolahan Limbah B3 yaitu terkait dengan mutu kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM). Dalam pengelolaan dan pengolahan Limbah B3 Rumah Sakit tidak bias
dilakukan dengan SDM yang tidak mempunyai kompetensi didalamnya. Riwayat
pendidikan tentu perlu diperhatikan dalam memegang peranan ini, sebagai contoh
SDM tersebut adalah lulusan D3/S1 dari Kesehatan Lingkungan, Teknik Lingkungan,
jadi penanganan sampah ini memang ditangani oleh petugas ahli. Selain itu
faktor lain yang tidak kalah penting adalah dengan meningkatkan pengetahuan
petugas dengan memberikan pelatihan sebagai sarana pemberian pendidikan
khususnya perawat untuk berperilaku membuang sampah medis sesuai dengan
tempatnya. Sehingga dapat mengurangi dampak terjadinya kecelakaan kerja maupun
infeksi nosokomial (Sudiharti & Solikhah, 2011).
Permasalahan yang perlu dilakukan pengawasan dicegah terkait
pengelolaan Limbah B3 (sampah medis) di Rumah Sakit yaitu (1) sering tercampurnya
sampah non medis dengan sampah medis, (2) pengambilan Limbah B3 yang tidak
sesuai jadwal, mengakibatkan penumpukan di sumber ataupun di TPS Limbah B3, (3)
memastikan bahwa alat angkut yang digunakan sesuai dengan standar seperti alat yang
digunakan mudah dibersihkan, tidak ada tepi tajam yang dapat merusakkantong
plastik selama proses pengangkutan, mudah dimuat dan dibongkar muat, karena
banyak ditemukan peralatan yang tidak sesuai standar sehingga berisiko terjadi
ceceran Limbah B3 (Aprilia, 2016)
Pengelolaan dan pengolahan Limbah B3 Rumah Sakit
menjadi bagian sangat penting dalam meminimalisir dampak terhadap lingkungan. Manajemen
yang baik yaitu dengan melakukan perencanaan yang matang, pelaksanaan yang
sesuai SOP, pengawasan dan evaluasi secara rutin. Ditambah lagi dengan
melakukan record supaya Limbah B3 dapat teridentifikasi dengan baik dan bias menjadi
bahan evaluasi supaya kedepan tindakan yang dilakukan dapat meminimalisir
kesalahan.
REFFERENCE
Setyaningrum, A. I.,
& Budiono, Z. (2017). Deskripsi Pengelolaan Sampah Medis di Rumah Sakit
Umum Daerah KRT. Setjonegoro Wonosobo Tahun 2016. Buletin Keslingmas, 36(2), 170-173.
Asriyanta. (2011).
Manajemen Sampah (Cetakan ke-5) Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Permenkes RI No. 7 Tahun
2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
Sabarguna, Boy Subirosa.,
& Rubaya, Agus Kharmayan. (2011). Sanitasi Air dan Limbah Pendukung Keselamatan
Pasien Rumah Sakit. Jakarta: Salemba Medika.
Manajemen Pengelolaan dan Pengolahan Limbah B3 Rumah Sakit
Reviewed by Deni Perdana
on
12:57 PM
Rating:
No comments: