Konsep pembangunan berkelanjutan merupakan upaya untuk
memperbaiki keberlanjutan kehidupan manusia dengan tetap mengedepankan
keberlanjutan lingkungan atau ekologi. Konsep ini telah diperkenalkan beberapa
tahun terakhir kepada masyarakat, biasa dikenal dengan nama Millennium Development Goals (MDGs) pada
tahun 2000 sampai dengan 2015 dan Sustainable
Development Goals (SDGs) pada tahun 2015 sampai dengan tahun 2030.
Sumber
Daya Alam (SDA) dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan
tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidupnya. Dengan demikian
sumber daya alam memiliki peran ganda, yaitu sebagai modal pertumbuhan ekonomi
(resource based economy) dan
sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan (life support system). Hingga saat ini, sumber daya alam sangat
berperan sebagai tulang punggung perekonomian nasional, dan masih akan
diandalkan dalam jangka menengah. Namun di lain pihak, kebijakan ekonomi yang
lebih berpihak pada pertumbuhan jangka pendek telah memicu pola produksi dan
konsumsi yang agresif, eksploitatif, dan ekspansif sehingga daya dukung dan
fungsi lingkungan hidupnya semakin menurun, bahkan mengarah pada kondisi yang
mengkhawatirkan.
Sebagai contoh mengenai kasus penguasaan sumberdaya hutan melalui HPH yang diberikan pada para pengusaha pusat dan investor asing. Meskipun kebijakan hutan telah dapat menggerakkan ekonomi lokal dan bermanfaat meningkatkan devisa, tetapi pada saat yang bersamaan juga menimbulkan degradasi Sumber Daya Alam dan lingkungan sekaligus marjinalisasi kehidupan suku-suku masyarakat pedalaman yang hidup secara turun temurun mengelola hasil hutan. Kepentingan ekonomi nasional memang memperoleh manfaat dari devisa hasil hutan, tetapi daya hidup masyarakat lokal mengalami penurunan.
Kebijakan lingkungan yang dikembangkan kemudian adalah pemberian kompensasi misalnya dengan program bina desa hutan dan reboisasi. Dalam jangka pendek pemberian kompensasi ini dapat meredam konflik atau menyembuhkan luka permukaan, tetapi beban psikologis dan kemunduran masyarakat hutan memiliki konsekuensi buruk dan berjangka panjang. Demikian pula dana reboisasi banyak yang berhamburan salah sasaran atau sengaja disalahgunakan atau dikorupsi, sehingga upaya penghutanan kembali banyak yang gagal. Keuntungannya jelas telah dinikmati oleh para konglomerat dan pengusaha yang bekerjasama dalam mata rantai tersebut, tetapi kerugian jelas-jelas sangat dirasakan oleh masyarakat setempat.
Sebagai contoh mengenai kasus penguasaan sumberdaya hutan melalui HPH yang diberikan pada para pengusaha pusat dan investor asing. Meskipun kebijakan hutan telah dapat menggerakkan ekonomi lokal dan bermanfaat meningkatkan devisa, tetapi pada saat yang bersamaan juga menimbulkan degradasi Sumber Daya Alam dan lingkungan sekaligus marjinalisasi kehidupan suku-suku masyarakat pedalaman yang hidup secara turun temurun mengelola hasil hutan. Kepentingan ekonomi nasional memang memperoleh manfaat dari devisa hasil hutan, tetapi daya hidup masyarakat lokal mengalami penurunan.
Kebijakan lingkungan yang dikembangkan kemudian adalah pemberian kompensasi misalnya dengan program bina desa hutan dan reboisasi. Dalam jangka pendek pemberian kompensasi ini dapat meredam konflik atau menyembuhkan luka permukaan, tetapi beban psikologis dan kemunduran masyarakat hutan memiliki konsekuensi buruk dan berjangka panjang. Demikian pula dana reboisasi banyak yang berhamburan salah sasaran atau sengaja disalahgunakan atau dikorupsi, sehingga upaya penghutanan kembali banyak yang gagal. Keuntungannya jelas telah dinikmati oleh para konglomerat dan pengusaha yang bekerjasama dalam mata rantai tersebut, tetapi kerugian jelas-jelas sangat dirasakan oleh masyarakat setempat.
Gambaran Kawasan Ancol, Jakarta |
Peranan pemerintah dalam perumusan kebijakan
pengelolaan sumber daya alam harus dioptimalkan karena sumber daya alam sangat
penting peranannya terutama dalam rangka meningkatkan pendapatan negara melalui
mekanisme pajak, retribusi dan bagi hasil yang jelas dan adil, serta
perlindungan dari bencana ekologis. Sejalan dengan otonomi daerah, pendelegasian
secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan
sumber daya alam dimaksudkan untuk meningkatkan peranan masyarakat lokal dan tetap
terjaganya fungsi lingkungan.
Kontrol masyarakat dan penegakan supremasi hukum dalam
pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup merupakan
hal yang penting, yang menyebabkan hak-hak masyarakat untuk menggunakan dan
menikmatinya menjadi terbuka dan mengurangi konflik, baik yang bersifat
vertikal maupun horizontal. Sistem hukum yang berkaitan dengan pengelolaan
sumber daya alam harus memiliki perspektif keberlanjutan, penghormatan hak-hak asasi
manusia, demokrasi, kesetaraan gender, dan pemerintahan yang baik (good governance). Peraturan perundang-undangan yang mengatur
pengelolaan sumber daya alam harus dapat mengurangi tumpang tindih peraturan
penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam, dan mewujudkan keselarasan peran antara
pusat dan daerah serta antarsektor. Selain itu, peran serta aktif masyarakat
dalam memanfaatkan akses dan mengendalikan kontrol terhadap penggunaan sumber
daya alam harus lebih optimal karena dapat melindungi hak-hak publik dan
hak-hak masyarakat adat.
Sasaran yang ingin dicapai adalah terwujudnya
pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan berwawasan keadilan seiring
dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat lokal serta meningkatnya kualitas
lingkungan hidup sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan, serta terwujudnya
keadilan antargenerasi, antardunia usaha dan masyarakat, dan antar negara maju
dengan negara berkembang dalam pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan
hidup yang optimal.
Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) Berkelanjutan
Reviewed by Deni Perdana
on
2:56 PM
Rating:
No comments: