Pengelolaan
sampah meliputi pemisahan sampah organik dan sampah an-organik. Sampah organik adalah
sampah berasal dari buangan aktivitas manusia misalnya sisa buah-buahan, sisa sayuran,
sisa makanan dan biasanya jenis sampah ini sangat mudah sekali membusuk karena
terurai dengan mikroorganisme (bakteri, fungi, yeast dan actinomycetes) untuk
mendekomposisi sampah ini. Sampah an-organik adalah sampah yang berasal dari sampah
yang susah untuk diurai oleh mikroorganisme misalnya sampah botol kaca,
plastik, kain, kertas dan lain sebagainya.
Pupuk organik
adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau
bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa,
berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral dan/atau
mikroba, yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan
organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Permentan No. 70/Permentan/SR.140/10/2011)
Pembahasan kali ini yaitu mengenai proses pengomposan. Jenis sampah yang bisa dilakukan pengomposan yaitu jenis sampah organik. Proses biologi ini yang mendekomposisi sampah organik karena adanya interaksi dari organisme yang dilakukan secara alami.
Alasan kenapa
diperlukan pengomposan yaitu:
Timbulan
sampah organik ini kurang lebih sekitar 70% dari jumlah timbulan sampah apabila
melalui proses komposting akan mengurangi biaya pengangkutan ke TPA karena
sudah diolah.
Memanfaatkan
nutrien dalam buangan secara maksimal (Nitrogen, Phospor, Kalium), hal ini yang
membedakan kompos dengan pupuk buatan
Menghasilkan
produk yang digunakan untuk mendukung pertanian dan perkebunan.
Faktor penting
dalam proses pengomposan
Ukuran partikel, untuk menghasilkan partikel yang optimal yaitu 25 – 75 mm
Ukuran partikel, untuk menghasilkan partikel yang optimal yaitu 25 – 75 mm
Nilai
perbandingan carbon-nitrogren (C/N), yaitu (10 – 20) : 1. Pada rasio rendah
akan menghasilkan amonia yang menghambat proses biologi, pada rasio tinggi akan
menjadi nutrien pembatas. Kandungan
C/N sangat dipengaruhi oleh komposisi limbah padat. Carbon dan Nitrogen sangat
dibutuhkan organisme, Carbon disini berfungsi sebagai sumber energy dan
Nitrogen untuk membentuk struktur sel.
Pengadukan /
pembalikan, hal ini menjaga kekeringan dan aliran udara dalam proses
pengomposan. Pada proses aerob, pengadukan pertama dianjurkan pada hari ketiga
kemudian dilakukan pengadukan secara periodik.
Kadar air, 50
– 60% dengan kadar optimum kira-kira 55%.
Pencampuran, dilakukan
dengan mencampur antara bahan yang sudah terdekomposisi 1 – 5% dari bahan yang
akan dikompos.
Temperatur,
pada awal proses 50 – 70oC dan 55 – 60oC pada proses
pengomposan selanjutnya.
Pengontrolan
bakteri patogen (Fecal Coli, Salmonella
sp.), pada temperatur 55 – 70oC proses pengomposan akan berjalan
baik karena semua patogen akan mati.
Kebutuhan
udara, proses pengomposan akan berjalan maksimal apabila lebih dari 50% oksigen
Pengontrolan
pH, dalam rentang 7 – 7,5 supaya kadar nitrogen tetap terjaga dan tidak
terbentuk amonia.
Unuk mempercepat dalam proses pengomposan maka diperlukan
starter, contohnya:
Orgadec (Organic Decomposer)
Stardec
Fix-up plus
EM-4
Harmony
Ada 2 metode dalam pengomposan yaitu aerobik dan
anaerobik. Banyak yang menggunakan metode aerobik, hal ini didasarkan pada:
Modal dan biaya operasional lebih murah
Lahan yang dibutuhkan tidak terlalu luas
Penerapan dalam proses composting sangat mudah diterapkan
Beberapa proses pengomposan aerob, meliputi:
Teknologi Windrow
Aertated static pile
System composting dalam tangki/container
Komposter aerob skala rumah tangga
Komposter aerob skala komunal
Referensi
SNI
19-7030-2004
Bahan belajar
sekolah
Proses Pengomposan
Reviewed by Deni Perdana
on
9:44 PM
Rating:
No comments: